Petanahan, Pantai dengan Legenda Cinta ala Ramayana



Pantai Petanahan mengingatkan saya pada Balekambang Malang dan Parangtritis Jogjakarta. Ketiga pantai ini memiliki banyak kesamaan. Diantaranya : mudah dijangkau, sudah dibuka untuk umum sejak lama, spot sunset, dan sering digunakan untuk ritual tertentu. Jika Parangtritis tetap eksis sebagai jujugan para wisatawan, Petanahan pamornya semakin redup. Kalah dengan pantai-pantai baru semacam Suwuk dan Menganti. Meski tiket masuknya hanya tiga ribu lima ratus rupiah, tetap tidak banyak pengunjung yang datang. Warung-warung yang buka pun bisa dihitung dengan jari. 

Saya menyayangkan kotornya pesisir Pantai Petanahan. Karakter pasirnya yang berwarna hitam ditambah dengan keberadaan sampah yang menumpuk di sepanjang garis pantai membuat pantai ini terkesan kumuh. Padahal sunset Petanahan agaknya tak kalah indahnya dengan sunset Parangtritis. Saya katakan 'agaknya' karena ketika saya datang ke sini, cuaca tak terlalu mendukung. 

Pesanggrahan Pandan Kuning yang berada di kawasan pantai ini pun terkesan kurang diperhatikan. Padahal tak tanggung-tanggung, konon kabarnya pesanggrahan ini adalah milik sang penguasa laut selatan; Nyi Roro Kidul. Legenda Pesanggrahan Pandan Kuning bermula dari kisah cinta segitiga ala Ramayana versi Kebumen. Dimana Dewi Sulastri, si cantik rupawan yang merupakan istri dari Raden Sujono dibawa lari oleh Joko Puring. Meski diancam akan dibunuh, Dewi Sulastri tetap setia. Seolah menjadi saksi kesetiaan, pohon pandan tempat sang dewi disandera berubah warna menjadi kuning. Singkat cerita, Dewi Sulastri akhirnya berhasil dibebaskan oleh Raden Sujono.  Semak pandan tempat kedua sejoli beristirahat sejenak setelah sang suami mengalahkan Joko Puring kemudian diminta oleh Nyi Ratu. Semak pandan ini kemudian menjadi Pesanggrahan Pandan Kuning, yang sampai saat ini masih didatangi orang-orang yang melakukan lelaku spiritual. Baik orang biasa yang memiliki hajat tertentu atau paranormal yang sedang mengolah ketajaman batin.