Solo Bikepacking JLS Jawa : Learning from Strangers

Jika teman saya -mbak blogger yang unyu itu- mengalami krisis gaya menulis, beberapa waktu yang lalu saya sempat kehilangan motivasi untuk menulis. Saya tak pandai menulis, tak punya passion dalam bidang kepenulisan, tak yakin tulisan saya ada gunanya, dan berbagai kalimat negatif lainnya yang akhirnya membuat saya berpikir, then what the hell i writing for? Suntuk, saya alpa menulis.

Kadang jawaban datang dari arah yang tak disangka. Jawaban itu saya temukan di antara debur ombak Gemah, pantai yang sedang naik daun di Tulungagung. Posisinya yang dilintasi mulusnya Jalur Lintas Selatan membuat pantai yang merupakan bagian Desa Keboireng itu bisa dicapai tanpa perlu susah payah. Diantara sekian banyak pengunjung, yang datang sendirian tentu lebih menarik perhatian, saya disapa penduduk lokal : Mas Roso, Mas Agus Sujarwo, dan Mbah Nawar sesepuh Desa Keboireng. 

Dari mereka, saya mendengar cerita tentang Pantai Gemah. Pantai yang baru dibuka untuk umum pada tahun baru 2017 ini ternyata adalah hasil perjuangan penduduk desa sejak tiga tahun yang lalu. Mereka yakin begitu Jalur Lintas Selatan selesai dikerjakan, Gemah berpotensi menarik wisatawan. Tapi merintis sebuah tempat wisata apalagi dengan dana swadaya tentu tak mudah, ditambah pula ketidaksepahaman antar warga tentang konsep tempat wisata yang nyaman. Ada oknum yang ingin berjualan tepat di pantai, meski oleh pokdarwis (kelompok sadar wisata) telah disediakan area berjualan yang tidak mengganggu kenyamanan pengunjung. Isu itu sempat naik ke meja bupati namun untungnya bisa diselesaikan baik-baik. Kini, setelah resmi menjadi tempat wisata, Gemah mulai mendapat perhatian dari pemerintah. Berbagai dinas datang meninjau, aliran dana dalam jumlah besar kabarnya akan dikucurkan dan lurah berencana membuat jalur yang menghubungkan antara Pantai Gemah dan Pantai Klatak. 

Namun yang menggugah kesadaran saya adalah cerita Mas Jarwo, sapaan akrab dari Mas Agus Sujarwo. Pantai Gemah terletak dekat dengan muara Sungai Niama. Begitu hujan tiba, bukan cuma air keruh yang terbawa sampai ke Gemah tapi juga sampah-sampah yang  tadinya menumpuk di Niama. Mengatasi sampah yang dihasilkan wisatawan saja sudah pusing, apalagi ditambah sampah kiriman ini. Di sinilah Mas Jarwo bertindak, ia rutin membersihkan area pantai setiap hari Sabtu, Senin, dan setelah hari libur nasional. Tanpa dibayar. Ia memunguti sampah di garis Pantai Gemah yang panjang itu, lalu membuangnya di TPA Tulungagung yang berjarak hampir 30km. "Sungkan mbak kalau dibuang di TPA sini," jelas Mas Jarwo. Padahal, Mas Jarwo tak punya kepentingan apa-apa dengan pantai, ia tak punya lapak jualan juga bukan bagian dari pengelola, ia hanya seorang penduduk desa biasa. "Saya senang bersih-bersih, liat pantainya bersih pengunjung rame yang datang, teman-teman yang jualan lega saya ikut lega," jawabnya atas wajah heran saya. Tapi saya masih ngeyel, masih bertanya kenapa ia mau repot-repot, apa untungnya coba? Jawabnya sukses membungkam saya, "Saya cuma ingin melakukan kebaikan, saya yakin kalau kita baik, Tuhan akan atur rezeki untuk kita." 

Ironis rasanya. Mas Jarwo rutin menggeluti satu dam sampah dengan pikiran sederhana sementara saya merasa butuh alasan ini itu untuk menulis, sesuatu yang meski saya tak berbakat di dalamnya diam-diam saya nikmati. Berpindah ke Pantai Klatak, saya menyapa seorang fotographer yang hendak pulang setelah selesai memotret landscape pantai. Ia berbaik hati meluangkan waktu untuk duduk di sebelah saya, mengobrol tentang tempat wisata dan fotografi. Di antara obrolan kami ia berkata, "tugas seorang fotographer itu bikin sebuah tempat biasa menjadi luar biasa." Kalimat itu rasanya menjadi kepingan terakhir yang melengkapi jawaban atas pertanyaan saya. Mungkin tugas saya sebagai fotographer amatir sekaligus seorang pejalan adalah memotret tempat-tempat 'luar biasa' yang saya datangi, lalu memberinya nyawa lewat kata-kata. Lewat cerita yang saya tulis sendiri dari hati. Saya mungkin tak akan mampu membawa perubahan besar, tapi saya berharap setidaknya bisa menyemai mimpi di satu dua kalbu, tentang  sebuah perjalanan yang akan mereka tempuh suatu hari nanti. 

Jalan menuju Pantai Gemah


Mas Jarwo








Rawa Pantai Gemah

Jalan menuju Pantai Klatak


Pantai nelayan





Riam kecil di Pantai Klatak