A Lucky Packer



Bisa dibilang selama di Kebumen, saya cuti jadi backpacker dan berubah jadi turis. Gimana nggak, saya yang tadinya harus berjuang sendirian untuk mencapai suatu destinasi sekarang tinggal duduk manis di kursi penumpang. Di Kebumen, saya cuma sekali saja pergi sendirian ke destinasi wisata. Selebihnya saya ditemani atau lebih tepatnya lagi diguidein Mba Sari, ibu kost saya. 

Beruntung sekali, saya dapat ibu kost yang punya gelar 'juara dolan' di keluarganya. Saya tinggal bilang mau ke mana, kami langsung meluncur ke sana tanpa perlu tambahan waktu buat kesasar. Bukan cuma nganterin, Mbak Sari juga menjelaskan tentang daerah yang kami lalui, "ini namanya daerah ini, win" atau "jalan yang tadi itu, tembusnya di sini." Baru setelah tau kalau menjelaskan sesuatu yang berbau geografis kepada saya adalah suatu kesiasiaan, ia akhirnya menyerah sambil ndumel, "backpacker kok ga bisa baca peta."

Saya rasa kalau pergi sendirian, saya hanya akan main di sekitar Kabupaten Kebumen. Bukan cuma karena saya malas pergi jauh-jauh, tapi juga karena sejak awal bulan November ada razia kampret yang makin membatasi ruang gerak. Syukur kali ini opsi berkendara tak hanya terbatas di supra butut yang mati platnya. Tapi juga bisa nebeng motor Mba Sari, nebeng mobil Mba Sari, atau nebeng mobil keluarganya Mba Sari. Intinya, nebeng Mba Sari bae. Termasuk juga waktu jalan-jalan ke Cilacap.

Tujuan kami adalah Pantai Teluk Penyu -pantai yang terletak tak begitu jauh dari Pulau Nusa Kambangan- dan Benteng Pendem. Begitu sampai, sementara Mba Sari dan teman-temannya nyantai di warung mendoan, saya jalan sendirian ke bibir pantai. Tak seperti biasanya saya ga memperhatikan seperti apa rupa pantainya. Sebab asyik ngobrol dengan dua nelayan yang sedang 'nyabut yuyu' alias membersihkan jala dari hewan pengrusak jala yang ikut terjaring. Saya angkat topi pada kesabaran kedua bapak nelayan. Dalam sekali kerja, mereka harus membersihkan satu renteng yang terdiri dari dua belas jala. Katanya, sudah hampir lima jam mereka menelusuri semrawutnya jala dan belum juga selesai. 

Melihat perjuangan mereka bergelut dengan hewan bercapit atau bercangkang tajam yang berulang kali melukai tangan tanpa mengeluh sekalipun, saya tiba-tiba teringat pada omongan seorang pria. Ia bilang kalau weton saya berpengaruh baik bagi perjalanan saya. Lebih lanjut ia jelaskan kalau orang yang berweton Senin Kliwon cenderung beruntung dan mudah menarik simpati orang lain. Sesungguhnya saya tidak terlalu percaya pada ramalan, tapi kemudahan-kemudahan yang saya alami dalam perjalanan dan perjuangan hidup orang-orang yang saya temui telah membukakan mata. Saya sungguh buta jika tak mengakui, saya telah diberi banyak hal untuk disyukuri.