Parangtritis dan Alasan Mengapa Engkau Tetap Legendaris!
Bicara tentang daya tarik wisata Jogjakarta tak akan ada habisnya. Bisa dibilang tiap bulan ada saja yang baru. Baik itu pembukaan wana wisata baru, maupun penambahan spot di wana wisata yang sudah ada. Tak heran kalau Jogjakarta dipilih jadi tempat berliburnya mbak Cinta, cs. Ngomong-ngomong soal Aadc, sekarang jadi mudah banget buat menemukan bukit tempat Rangga dan Cinta menyaksikan matahari terbit, papan penujuk arahnya segede-gede gajah. Padahal beberapa tahun silam, penduduk sekitar Jalan Raya Borobudur saja tidak familiar dengan nama 'Puthuk Setumbu' atau 'Nirvana Sunrise'. Saya baru ketemu tempatnya setelah muter-muter kayak benang kusut.
Balik lagi soal wisata Jogja, setelah menghabiskan waktu seharian di Kawasan Dlingo saya jadi paham kenapa sekarang Bandara Adi Sucipto penuh. Buat landing, pesawat mesti antri sampai tiga puluh menit. Wajar saja jadwal penerbangan dari dan ke Jogjakarta begitu padat, siapa sih yang ga kepengen berlibur di Jogjakarta. Sudah ramah, murah, indah pula. Saya menghitung di sekitar Dlingo saja ada empat belas wana wisata alam. Mulai dari Taman Buah Mangunan, negeri di atas awannya Jogjakarta. Puncak Becici, yang terdongkrak kepopulerannya berkat kedatangan Obama. Sampai yang sedang hits seperti Pintoe Langit Dahromo dan Seribu Batu Songgolangit. Wana wisata di kawasan Dlingo cerdas mengkombinasikan keindahan alam dan spot selfie buatan manusia. Mana mungkin pecinta selfie ga mupeng liat foto berlatar tangan raksasa ikonnya Hutan Pinus Pengger.
Tapi diantara keriuhan wana wisata kekinian dan wana wisata yang hits berkat jadi latar sebuah film, ada satu tempat wisata yang tak tergeser popularitasnya meski minim promosi : Pantai Parangtritis. Padahal kalau bicara pantai, ada banyak pantai yang lagi happening. Seperti Pantai Timang dengan tol lautnya, Pantai Watu Lumbung yang bolak balik muncul di akun IGnya traveler Jogja, dan pantai-pantai lain yang berderet dengan indahnya di kawasan Gunung Kidul. Pantai Parangtritis tetap tak sepi pengunjung.
Mungkin karena Parangtritis sudah lekat sebagai ikonnya Jogjakarta. Bicara Jogja ya bicara Parangtritis, sama seperti Malioboro identik dengan PKL. Mungkin pula karena Pantai Parangtritis mudah diakses. Relatif dekat dari kota dan didukung dengan kondisi jalan yang baik. Cocoklah buat wisatawan yang datang bersama keluarga dan 'pejalan malas repot' seperti saya. Belum lagi fasilitas pendukungnya super lengkap. Parkiran, tempat makan, mushola, kamar mandi, toilet, penginapan, lengkap dengan harga yang terjangkau. Waktu saya menginap di Parangtritis tiga tahun silam, biayanya sepertiga dari yang harus saya keluarkan untuk menginap di Pantai Sundak di tahun yang sama.
Plus satu lagi poin mengapa Parangtritis tetap legendaris : senjanya romantis! Ada banyak tempat untuk melihat senja di Jogjakarta, seperti Istana Ratu Boko, Kaliadem Merapi, dan Candi Ijo. Hanya saja, mungkin karena makin beken sejak muncul di Aadc, tiket Ratu Boko sudah naik. Kalau mau ke sunset point Merapi mesti nyewa jeep segala. Dan senja Candi Ijo rawan tertutup kabut. Sementara di Parangtritis hanya bermodal uang parkir, kita sudah bisa menjadi saksi berubahnya warna alam.
Saya tak punya cukup perbendaharaan kata untuk menggambarkan indahnya senja Parangtritis. Yang pasti saya tak pernah bosan meski tlah berulang kali menyaksikan. Sepuhan warna keemasan di langit yang setiap menit berubah semakin pekat. Emas, jingga, merah muda menyala. Keindahannya akan membuatmu sadar bahwa alam telah sedemikian sempurna diciptakan. Dan dunia berserta seluruh masalahnya tak lebih dari sekedar debu di hadapan kuasa Tuhan.