Solo Bikepacking JLS Jawa : Ilusi Foto Perjalanan


Apa coba yang jadi salah satu pemicu terbesar seseorang pengen jalan-jalan ke suatu tempat? Apalagi kalau bukan foto. Foto -terutama yang beredar di internet- memang mampu bikin mupeng. Coba deh cek foto-foto bagus yang bertebaran di IG atau komunitas backpacker di facebook, di bawahnya pasti ada komenan, "beb, ayuk kapan kita kesini."  *Huh, beb? situ jalan-jalan sama bebek mbak?

Tapi menjadikan sebuah foto sebagai alasan untuk berpergian sebenarnya beresiko, terutama jika kamu tak siap kecewa. Soalnya kita berada di zaman di mana memperbaiki kualitas sebuah foto lebih mudah daripada memperbaiki keturunan, lol. Tinggal pake aplikasi yang banyak pilihannya di playstore. Klik sana, gosok sini, jadi deh muka kinclong ala-ala artis Korea, ga perlu njlimet ngedit pake photoshop. *Trus gimana coba kalau travelernya memang asli jago motret plus ahli photoshop? kelar idup lu.

Berapa kali sih kamu dibikin baper gara-gara foto tak sesuai dengan kenyataan? Saya dan seorang teman pernah berkendara hampir tiga jam untuk datang ke pantai yang pas kita liat fotonya di sebuah situs perjalanan bagus banget. Eh, begitu nyampe kita cuma bisa pandang-pandangan sambil berbisik pelan: duh kayaknya kita ketipu foto deh. Sebagai seorang pejalan yang sudah datang jauh-jauh sedikit banyak pasti mangkel. Namun saya juga maklum, saat jumlah like, follower dan repost jadi sebuah gengsi tersendiri, siapa sih yang mau upload foto jelek?

Makanya, kamu sebagai pejalan harus cerdas. Liat sebuah foto bagus dari suatu tempat, jangan buru-buru packing ke sana. Kenali tipe editan yang sering dipakai di foto perjalanan. Lebih dari separuh foto yang masuk list "Sekian Tempat yang Wajib Kamu Kunjungi di Kota X" adalah foto editan dengan efek HDR. Mengenali tipe editan yang diaplikasikan ke sebuah foto membantu kamu untuk membayangkan rupa asli tempat itu. Terlalu ribet? Yang mudahnya ya kamu mesti cek ricek dulu, browsing foto-foto lainnya. Itu tempatnya beneran bagus atau orangnya aja yang pinter motret?

Saya sendiri bingung mesti upload foto yang bagaimana. Sisi idealis saya ingin foto yang tak jauh-jauh dari aslinya. Makanya saya biasanya cuma memoles sedikit: meluruskan garis horizon, menaikturunkan level kecerahan-saturasi-bayangan, dan memberi titik fokus. Tanpa efek HDR, orton, atau dramatis, yang sering saya gunakan ketika baru belajar mengedit. Ibaratnya ngedandanin cewek: cuma dibedakin, ga pake lipstik, eyeshadow, blush on, apalagi bulu mata palsu. Tapi sisi artistik saya ingin bebas. Apalagi ketika baru-baru ini saya menemukan gaya yang saya harapkan jadi khasnya saya. Masalahnya gaya itu ketara banget beda sama realita. Dedaunan hijau bisa jadi kuning, gunung berubah abu-abu, laut dan pasir berkilau dalam warna putih hitam. Entahlah saya mesti bagaimana. Ironiskan? saya memberi tips agar kamu tak tertipu, tapi foto saya sendiri berniat 'menipu'. 
📌 Foto-foto diambil di Pantai Popoh dan Pantai Sidem Tulungagung

Foto-foto 'normal' saya :






Terpopuler Minggu Ini