30 Hari 30 Cafe : Toko Oen Malang


Kalau kemaren nemu cafe yang namanya ada embel-embel kata warung dan kedai, kali ini ada cafe yang namanya 'toko'. Mungkin bawaan cafe ini dibuka pada tahun 1930, saat istilah cafe masih asing di telinga. Berumur delapan puluh tujuh tahun, membuat Toko Oen menjadi bagian tak terpisahkan dari Kota Malang. Kalau kata wisatawan: belum ke Malang, kalau belum ke Toko Oen. Makanya tempat ini dipenuhi wisatawan, baik dalam atau luar negeri. Sampai dibilang ini tempat yang pas didatangin kalau pengen ketemu artis yang lagi liburan ke Malang. Ironisnya, saya kenal banyak arema asli yang belum pernah masuk ke Oen. Saya sendiri baru datang ke sini di penghujung waktu saya di kota bunga. Dan saya ga nyesel ga datang dari dulu. 

Menu andalan dari Toko Oen adalah es krimnya, yang konon dibuat dengan resep yang sama sejak tempat ini pertama di buka. Meski Toko Oen Malang dan Toko Oen Semarang kini beda kepemilikan, keotentikan resep tetap terjaga, itu kata mbak kasirnya. Dari enam belas  pilihan varian 'Old Fashioned Ice Cream' yang tersedia, saya cobain OEN Special dengan asumsi kalau yang spesial aja ga enak apalagi yang ga spesial. 

Di bandrol lima puluh lima ribu per gelas isi dua scoop es krim, saya mesti bilang kalau OEN Special ini ternyata ga ada spesial-spesialnya. Rasanya beda tipis sama es tung-tung yang dijajain mamang es krim keliling komplek, cuma 'didandanin' pake wafer, astor, cream dan irisan ceri. Tutti Fruty yang lebih murah malah lebih enak. Yang kerennya, meski menu spesialnya biasa-biasa saja dan sepotong lumpia di sini harganya lima belas ribu, Toko Oen tak pernah sepi pengunjung. Ya itu tadi, penuh didatangi wisatawan yang penasaran, orang-orang yang 'membeli' suasana nyaman, atau orang random kayak saya. Paling nggak sekarang saya yakin, kalau ternyata cafe jadul itu bukan berarti harganya ikutan kudet, harganya malah lebih update. Banget.

Terpopuler Minggu Ini