30 Hari 30 Cafe : Sociale House

They said, curiosity killed the cat. Salahkan namanya yang menarik, salahkan pula bangunan berbentuk tak lazim yang mencuri perhatian, juga deretan sepeda motor yang ramai di parkiran lalu pengendaranya -yang kebanyakan kaum muda- berbondong masuk melewati sebuah lorong ke bangunan belakang. Semuanya sukses menggelitik rasa penasaran, ada apa ya di ujung lorong itu? Apa ini tempat ngumpulnya sosialita Malang? Saking penasarannya saya sampai nyeret seorang teman untuk jalan kaki dari Jalan Merbabu ke Semeru, mengabaikan cafe lain yang jelas-jelas bagus buat nyobain masuk ke lorong itu. 

Ternyata di ujung lorong itu... nggletek. Teman saya bilang jangan galak-galak menulis review tentang tempat ini. Saya ga galak, saya kejam. Spekulasi kita, si pemilik mungkin kehabisan modal setelah membangun bangunan segitiga berkilau di tepi jalan itu, bangunan yang jadi umpan buat para calon konsumen untuk masuk ke cafe ini. Sampai bangunan utamanya dibiarkan dalam kondisi yang *ehm... menyedihkan.

Ada bagian tembok yang tidak diberi lapisan penutup, sehingga rompal di dinding; semen kasar; patahan dan susunan batu bata merah masih terlihat jelas. Ditambah pojok berlumut yang terkesan jorok dan jejak bekas rembesan hujan di triplek plafon bar, bikin tempat ini semakin terlihat menyedihkan. Saya kurang percaya jika ini disengaja, karena antara konsep unfinished dengan 'asal jadi' itu beda. Jika memang ini berkonsep unfinished, harusnya elemen unfinished 'diseimbangkan' dengan pemilihan lantai, furniture atau setidaknya glassware yang berkualitas. Bagaimanapun, harga menu di cafe ini tidak tergolong murah. 

Sayangnya di cafe ini bukan cuma elemen bangunan yang alakadarnya, furniture dan glasswarenya juga. Emang sih meja dan kursi kayu lagi hits, tapi nggak yang jelek gini juga kali. Gitu juga dengan glasswarenya. Jika di cafe sebelumnya dengan harga teh seperti di cafe ini saya sudah disajikan seteko teh import lengkap dengan cangkir yang matching dan wadah gula. Di sini tehnya disajikan dalam sebuah mug polos ala mug rumahan dengan sendok yang besi yang tak pas untuk ukuran mugnya. Jangan tanya soal kopinya, kalau saya kirim foto gelas kopinya, paling teman saya koment, "lagi ngopi di warkop mana?"