30 Hari 30 Cafe : Loe Mien Toe

Project '30 Hari 30 Cafe' sesungguhnya adalah jam pasir waktu saya yang tersisa di Malang. Makin besar digit hari yang telah dilewati dalam project ini, makin dekat pula waktu untuk berkemas pergi. Dan ketika berakhir hari ini, saya sudah berjarak lebih dari seratus kilometer dari Kota Malang. Dulu, waktu nonton video detik-detik bebasnya Antasari Azhar dari penjara, saya sempat heran kenapa ia menangis. Bukannya beliau harusnya senang bisa menghirup kebebasan kembali. Baru sekarang saya sadar, manusia memang bisa tertawa sekaligus menangis di saat yang sama. 

Sebagai seorang pejalan, tak ada yang bisa membuat saya excited melebihi sebuah perjalanan. Tak peduli segaring atau sekacau apapun rencana perjalanan saya di mata orang lain, saya bahagia di atas segala kegajean itu. Di sisi lain saya tetap manusia biasa yang membenci perpisahan. Jika Antasari saja menangis ketika akan meninggalkan sel tahanannya, apalagi saya saat harus meninggalkan kota yang tiga tahun ini saya sebut rumah. My heart shattered. 

Malang buat saya bukan melulu tentang keindahan alamnya, tapi tentang penemuan sebuah keluarga baru: my dearest friends. Merekalah yang membuat cerita saya di Malang lebih berkesan dibanding kota-kota lain yang pernah saya datangi, sekaligus membuat kota ini begitu sulit saya tinggalkan. Sayangnya masih terlalu pagi untuk berhenti. Ironis memang, kita bertemu karna saya 'berjalan' dan akhirnya harus berpisah karena alasan yang sama. Tapi saya percaya ini bukanlah akhir. Pastinya saya akan datang lagi, ke kota ini, ketika hati butuh tempat untuk kembali. Terima kasih untuk segalanya.